Peradaban Islam di era keemasan telah memberi sumbangan yang
begitu besar dalam bidang teknik sipil (civil engineering).Di era
kejayaannya, para insinyur Muslim telah berhasil membangun sederet karya
besar dalam bidang teknik sipil berupa; bendungan, jembatan, penerangan
jalan umum, irigasi, hingga gedung pencakar langit.
Anehnya, beragam karya besar ilmuwan Muslim dalam bidang teknik sipil
itu sama sekali tak pernah diungkap para sejarawan teknik sipil. Bila
kita melacak sejarah perkembangan teknik sipil, kisah sukses dan
pencapaian yang telah ditorehkan para insinyur Muslim di abad
pertengahan itu sama sekali tak disebut.
Peradaban Barat, melalui sejarawan teknik sipilnya seakan-akan
menutupi keberhasilan dan mengabaikan pencapaian yang telah ditorehkan
para insinyur Muslim. Upaya Barat menutupi keberhasilan para insinyur
Muslim di zaman kekhalifahan itu pun mengundang protes dan kecaman di kalangan sejarawan teknik sipil di dunia Barat.
”Sangat tak adil dan tak benar,” cetus Norman Smith dalam bukunya A
History of Damsmenanggapi sikap sejumlah sejarawan Barat yang tak
mengakui pencapaian para insinyur sipil Muslim. Alih-alih mengakui
keberhasilan insinyur Muslim, para sejarawan teknik sipil Barat malah
menuding pada era kekuasaan Dinasti Ummayah dan Abbasiyah pembangunan
bendungan, irigasi, serta aktivitas teknik lain menurun drastis.
Sejarah teknik sipil yang ditulis Barat menyebutkan bahwa insinyur
sipil pertama di dunia adalah Jhon Smeaton yang hidup di abad ke-18 M.
Smeaton mengklaim dirinya sebagai insinyur sipil pertama karena mampu
membangun Eddystone Lighthouse. Padahal, jauh sebelum itu di abad ke-9
M, peradaban Islam sudah memiliki insinyur sipil terkemuka bernama
Al-Farghani. Selain itu ada pula nama Al-Jazari, insinyur sipil
terkemuka dari abad ke-13 M.
Lalu apa saja karya besar yang disumbangkan para insinyur Muslim bagi
pengembangan teknik sipil? Sejarah membuktikan, di era keemasannya
peradaban Islam telah mampu membangun bendungan jembatan (bridge
dam).Bendung jembatan itu digunakan untuk menggerakkan roda air yang
bekerja dengan mekanisme peningkatan air. Bendungan jembatan pertama
dibangun di Dezful, Iran.
Bendung jembatan itu mampu menggelontorkan 50 kubik air untuk
menyuplai kebutuhan masyarakat Muslim di kota itu. Setelah muncul di
Dezful, Iran bendung jembatan juga muncul di kota-kota lainnya di dunia
Islam. Sehingga, masyarakat Muslim pada masa itu tak mengalami kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Selain itu, di era kekhalifahan para insinyur Muslim juga sudah mampu
membangun bendungan pengatur air diversion dam.Bendungan ini digunakan
untuk mengatur atau mengalihkan arus air. Bendungan pengatur air itu
pertama kali dibangun insinyur Muslim di Sungai Uzaym yang terletak di
Jabal Hamrin, Irak. Setelah itu, bendungan semacam itu pun banyak
dibangun di kota dan negeri lain di dunia Islam.
Pencapaian lainnya yang berhasil ditorehkan insinyur Islam dalam
bidang teknik sipil adalah pembangunan penerangan jalan umum. Lampu
penerangan jalan umum pertama kali dibangun oleh kekhalifahan Islam,
khususnya di Cordoba. Pada masa kejayaannya, pada malam hari jalan-jalan
yang mulus di kota peradaban Muslim yang berada di benua Eropa itu
bertaburkan cahaya.
Selain dikenal bertabur cahaya di waktu malam, kota-kota peradaban
Islam pun dikenal sangat bersih. Ternyata, pada masa itu para insinyur
Muslim sudah mampu menciptakan sarana pengumpul sampah, berupa
kontainer. Sesuatu yang belum pernah ada dalam peradaban manusia
sebelumnya.
Para insinyur Muslim di masa kejayaan juga telah memberi sumbangan
bagi pengembangan teknik sipil dengan menemukan beragam peralatan
survei. Peralatan untuk meneliti permukaan berupa papan dari kayu dengan
timbangan pengukur garis tegak lurus dan dua cantelan. Saat itu juga
suda ditemukan alat untuk mengukur sudut, mengukur lebar sungai serta
mengukur jarak antara dua titik yang dipisahkan oleh sebuah halangan
yang tak dapat dilalui.
Sebelum peradaban Barat berhasil membangun gedung pencakar langit,
para insinyur Muslim pada abad ke-16 M telah berhasil membangun gedung
pencakar langit di Shibam, Yaman. Tak heran, jika kota itu dikenal
sebagai ‘kota pencakar langit tertua di dunia.’ Inilah contoh pertama
tata kota yang didasarkan pada prinsip-prinsip pembangunan secara
vertikal.
Di kota Shibam dibangun tak kurang dari 500 tower rumah yang
tingginya mencapai 30 meter. Para insinyur teknik sipil Barat untuk
pertama kalinya berhasil membangun gedung pencakar langit pertama pada
tahun 1885 M. Gedung pencakar langit pertama yang dibangun insinyur
barat adalah Home Insurance Building yang tingginya mencapai 42 meter.
Pada abad ke-21 ini, gedung pencakar langit masih berada di negara
Muslim yakni di Dubai, yakni Burj Dubai. Pada tahun 1998, gedung
pencakar langit tertinggi berada di Malaysia, yakni menara kembar
Petronas. Untuk urusan merancang gedung pencakar langit, duania mencatat
insinyur Muslim pada abad ke-20 dari Banglades, Fazlur Khan, sebagai
‘Einstein Teknik Struktural’.
Insinyur teknik sipil Muslim di abad ke-12 M, juga telah mampu
mendirikan menara tertinggi di abad pertengahan. Menara masjid tertinggi
itu adalah Qutub Minar yang tingginya mencapai 72 meter. Sedangkan,
menara masjid tertinggi di abad ke-21 ini adalah menara Masjid Hasan II
yang tingginya mencapai 201 meter. Menara itu dibangun pada tahun 1986.
Salah satu pencapaian lainnya yang berhasil dibangun para insinyur
Muslim adalah sistem pemasok air atau sistem irigasi. Saluran irigasi
yang dibagun pada zaman kemilau Islam itu hingga kini masih digunakan di
dunia Islam atau wilayah bekas kekuasaan Islam di Eropa, seperti
Sicilia, Semenjanjung Iberia dan khusunya Andalusia, Aragon, dan
provinsi Valencia di Spanyol.
Sistem irigasi yang dikembangkan para insinyur Muslim itu juga telah
diadopsi di Kepulauan Canary dan Amerika. Bangsa Spanyol yang
memperkenalkannya ke benua Amerika. Hingga kini, sistem irigasi yang
dikembangkan para insinyur Muslim itu masih digunakan di Meksiko, Texas,
Peru, dan Chili. Begitu banyaknya sumbangan yang telah diberikan para
insiyur muslim di bidang teknik sipil. Lalu atas dasar apa peradaban
Barat berupaya untuk menyembunyikannya?
Al-Farghani, Insinyur Sipil di Abad IX
Insinyur sipil Muslim dari abad ke-9 M itu bernama lengkap
Abu’l-Abbas Ahmad ibnu Muhammad ibnu Kathir Al-Farghani. Ilmuwan yang
terlahir di Farghana, Tansoksiana, itu biasa dipanggil Al-Farghani.
Orang Barat biasa menyebutnya Al-Fraganus. Sebelum terjun dalam bidang
teknik sipil, sejatinya Al-Farghani adalah seorang astronom.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah Kitab fi al-Harakat
al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum(Elemen-elemen Astronomi). Al-Farghani
begitu populer sebagai astronom, karena mampu menetapkan diameter bumi
sejauh 6.500 mil serta menemukan diameter planet-planet. Di era
kepemimpinan Khalifah Al-Mutawakil, Al-Farghani lalu terjun di bidang
teknik.
Menurut sejarawan Ibnu Tughri Birdi, Al-Farghani dipercaya untuk
mengawasi pembangunan Great Nilometerdi Fustat kota tua Kairo.
Pembangunan megaproyek Great Nilometer itu rampung pada tahun 861 M,
bersamaan dengan meninggalnya Khalifah Al-Mutawakil. Proyek lainnya yang
digarap Al-Farghani adalah pengggalian kanal Al-Ja’fari.
Al-Farghani ditugaskan dua putera Khalifah Al-Mutawakil, yakni
Muhammad dan Ahmad, untuk mengawasi proyek penggalian kanal itu. Kanal
itu melalui kota baru Al-Ja’fariyah yang dibangun Al-Mutawakil dekat
Samarra, di Tigris. Sayangnya, proyek penggalian kala yang diawasi
Al-Farghani itu tak terlalu sukses.
Sebab, kanal itu tak bisa mengalirkan air dengan baik, kecuali bila
ketinggian Sungai Tigris sedang tinggi. Konon, khalifah pun sempat
marah, karena Al-Farghani ternyata salah perhitungan. Akibatnya, dia
lebih dijuluki sebagai sebagai insinyur teoritis dibandingkan insinyur
praktik. Pada tahun 987 M, Ibnu Al-Nadim mengungkapkan, Al-Farghani
berhasil menulis dua buku penting dalam bidang teknik yakni, Kitab
al-Fusul, Ikhtiyar al-Majistidan Kitab Amal Al-Rukhmatatau ‘Book on the
Construction of Sun-dials.
Peninggalan Para Insinyur Muslim
Umat Islam di era kekhalifahan begitu banyak membangun
bendungan dengan beragama jenis struktur dan bentuk. Kebanyakan
bendungan yang dibangun pada awal perkembangan Islam berada di Jazirah
Arab. Salah satu dam yang dibangun itu berada di Qusaybah dekat kota
Madinah.
Bendungan itu tingginya mencapai 30 meter dan panjangnya sekitar 205
meter. Di Iran juga terdapat bendungan Kebar yang dibangun pada abad
ke-13 M. Inilah bendungan tertua yang masih tetap bertahan. Selain itu,
bendungan masa keemasan Islam juga dapat ditemukan di Afghanistan.
Paling tidak ada tiga bendungan yang dibangun oleh Raja Mahmoud
Ghaznah (998 M – 1030 M). Bendungan di Afghanistan itu berada dekat ibu
kota, Kabul. Para insinyur Muslim di era kejayaan juga membangun
bendungan di Spanyol Muslim. Di kota Cordoba, tepatnya di sungai
Guadalquivir dapat ditemukan dam tertua yang masih bertahan dan
berfungsi peninggalan peradaban Islam di negara itu.
Insinyur Muslim menggunakan metode survei lahan yang mutakhir untuk
menetapkan lokasi pembangunan bendungan. Mereka juga sudah mampu membuat
tata letak terusan atau kanal dengan sistem yang sangat kompleks. Untuk
membuat tata letak kanal, para insinyur Muslim sudah mulai menggunakan
astrolabe dan juga perhitungan trigonometri.
Di sekitar Baghdad, air dialihkan ke Kanal Nahwran yang memasok air
untuk saluran irigasi. Bendungan yang terbilang mengagumkan berada di
Marib, Yaman. Tingginya mencapai 14 meter dan panjangnya sekitar 600
meter. Sayangnya, begitu banyak bendungan yag dibangun pada masa
keemasan Islam itu yang dihancurkan tentara Mongol saat melakukan invasi
ke dunia Islam.